1
Berbisik dalam Khataman al-Quran
1
Oleh: Dr. H. Mardjoko Idris, MA.
___________________________________________________________
Untuk menunjuk pada makna “membaca” al-Quran
menggunakan dua kosa kata, yaitu qa-ra-a dan ta-lâ. Para
linguist membedakan kedua makna tersebut pada objek
materi yang dibaca, qa-ra-a digunakan untuk membaca
apa saja yang ada dalam fenomena kehidupan ini,
sedangkan kata ta-lâ hanya digunakan untuk membaca
kitab suci, termasuk al-Quran. Itulah di Indonesia ini untuk
menyebut lomba membaca kitab kuning dinamakan
musâbaqatu Qiâratil-kutub, dan untuk lomba membaca alQuran
dengan
Musâbaqatu
tilâwail-qurân.
Dalam suatu riwayat disebutkan, Rasul Saw
memerintahkan para sahabat untuk membaca al-Quran
seperti Ibn Mas’ud (sahabat kecil) membaca al-Quran. Para
sahabat besar bertanya; “Mengapa ya Rasul, bukankah
kami yang lebih pantas ditiru, kami lebih tua dibanding Ibnu
Mas’ud”, rasul menjawab; “Bacaan Ibnu Mas’ud itu seperti
bacaannya Malaikat Jibril ketika mewahyukan kepada saya”.
1
Disampaikan dalam rangka menyongsong khataman al-Quran Sedulur aai, 20 Juni
2021 di Yogya, oleh Mardjoko murid al-Islam; tahun pertama di Jln. Honggowongso (masuk
siang), tahun ke dua di Grobogan Surakarta (masuk pagi).
2
Sayang kita hidup pada zaman sekarang sehingga tidak (?)
bisa mendengarkan secara langsung suaranya Ibnu Mas’ud.
Jangan pesimis sedulur, sewaktu penulis diajar pak
Abdullah Ghazali di al-Islam Honggowongso dulu, beliau
pernah berkata di depan kelas, bahwa besuk pada saat
teknologi mencapai kemajuan ada tiga yang akan terjadi;
pertama, ada bayi tabung; kedua, manusia bisa
menginjakkan kaki di rembulan; dan ketiga, kita bisa
medengar suara orang yang telah meninggal. Nomor satu
dan dua sudah terbukti, tinggal yang ketiga, pada saatnya
nanti kita akan mendengarkan suara orang-orang yang
telah meninggal, temasuk suaranya Ibnu Mas’ud ketika
membaca al-Quran, karena pada hakekatnya suara itu
tidak hilang, namun berpindah tempat dari satu lokasi
kelokasi yang lain.
Membaca al-Quran itu bagi orang seusia kita
sebenarnya sulit(?), karena budaya kita kecil bukan membaca
al-Quran,
melainkan
nonton
wayang
kulit,
ketoprak
di
Sriwedari
atau melihat cembrengan di Pabrik Gula
Colomadu atau lihat sekaten, tidak ada te-pe-a al-Quran
apalagi tahfidz al-Quran. bersyukurlah kita yang selain
nonton wayang juga bisa membaca al-Quran, berterima
kasihlah kepada guru-guru kita yang mengenal-kan huruf
hijaiyah, memahamkan kita tentang ayat-ayat al-Quran,
3
sebut pak Makmuri, pak Dusomat, pak kyai Musthofa, pak
Rasyid, pak Ya’qub, pak Umar Irsyadi dan ibu Marfu’ah, dan
yang lainnya.
Alhamdulillah, dengan kedisiplinan yang kuat serta
didukung oleh kesabaran mas Munawar dalam menata
jadwal, hari ini kita khataman al-Quran entah yang
keberapa kalinya, yang jelas biasanya khatam, kali ini
khataman. Apa yang kita lakukan pada saat khataman alQuran?
minta kepada Allah Swt apa yang kita suka, Allah
akan mengabulkan permohonan kita, karena barakahnya
membaca al-Quran.
Minta itu gampang, tapi memilih apa yang diminta itu
sesuatu yang sulit. Pernah ada sahabat bertanya kepada
Rasul; “Ya Rasul, saya mau memohon kepada Allah, apa
yang sebaiknya saya minta dalam doa saya?”, Rasul
menjawab; “Mintalah Sehat”, sahabat itu mengulang lagi;
“Apa yang sebaiknya saya minta ya Rasul dalam doa saya”,
Rasul menjawab; “Mintalah Sehat”.
Masih ingatkah sedulur al-Islam cerita wayang ketika
sang Harjuna bertapa dengan gelas Begawan Kaliking (?),
datang sang dewa Narada dari Kahyangan, dan
mengatakan; “Harjuna bertapamu sudah cukup dan apa
yang anda minta, Dewa akan ngijabahi semuanya”. Para
punokawan- Semar, Gareng, Petruk dan Bagong-
4
mengingtakan kepada sang Harjuna hati –hati memilih apa
yang diminta, ini hanya sekali, setelah itu pintu ijabah akan
ditutup kembali. Apa yang diminta oleh Harjuna? Harjuna
meminta agar besuk di hari Baratayuda Jayabinangun;
pertama, Pandowo sebagai pemenangnya; dan kedua,
pendowo 5 (lima) tetap utuh, tidak ada yang gugur di
medan perlawanan. Setelah itu, pinyu ijabah ditutup.
Para punokawan menangis tersedu-sedu, dan
menyesal mengapa raden Harjuna tidak mendoakan putraputranya
yang juga ikut berperang di medan laga?, nasi
telah menjadi bubur, fakta dalam dunia wayang, putraputra
pendowo semuanya gugur di medan laga, sebagai
syahid, karena kelalaian sang Harjuna dalam berdoa.
Semoga di dalam khataman ini, kita tidak salah pilih,
apa yang semestinya kita minta kepada-Nya; yang mesti
didahulukan adalah doa untuk para guru-guru kita yang
telah menghadap Sang Pencipta, doa untuk teman-teman
kita yang juga telah mendahului kita, semoga mereka
mendapat predikat Husnul-Khatimah, serta memperoleh
Ridho-Nya. Amîn.
Wassalâm
5
Sebagai rasa syukur, penulis akan memberi hadiah
bagi sedulur yang datang pada acara khataman 3 (buku);
Balâghatul-Qurân (Kajian Ilmu Ma’âni); Ilmu Bayân (Kajian
Retorika Berbahasa Arab), dan; Ilmu Badî (Kajian Keindahan
Berbahasa Arab), jika stok masih ada
Salam sehat
Comments
Post a Comment