Dan Thomas |
(Bagian
1) : Gara-Gara Tersesat, Ibunya Menemukan
Jodoh
Oleh
: Suparto
Februari 2016. Suatu hari di Kantor Bupati. Hati saya berbunga
ketika bisa berkenalan dengan seorang warga negara Australia. Pria dari negeri
Kanguru ini terlihat ramah saat menerima uluran tangan saya sembari menyebut
namanya dengan bahasa Indonesia yang kurang lancar, “Saya Dan Thomas.”
Saya pun memperkenalkan diri, “Saya Suparto. Panggil saja Parto.”
Kami berdua kemudian ngobrol santai. Sekitar
limabelas menit, kami bertukar informasi tentang beberapa hal.
*****
Oh ya, sebagai orang Ndeso yang tinggal di kota kecil,
Sragen, saya begitu senang setiap kali berjumpa dengan ‘Londo’
(Belanda) – demikian kami sering menyebut warga negara asing yang berkunjung ke
Indonesia.
Bagi saya, bisa
berkenalan dengan warga asing itu seperti mendapat durian runtuh.
Tidak semua orang bisa mendapat kesempatan langka ini loh. Padahal terus
terang, saya itu orangnya blas
klethas – sama sekali tidak bisa berbahasa Inggris. Modal saya kalau ketemu
Wong Londo ya hanya nekad dan tebal
muka ( orang Solo bilang : rai gedheg – ora duwe isin).
Rasa senang yang yang
sering saya tunjukkan ketika bisa bertemu atau berkenalan dengan orang Luar Negeri (Barat) kerap menjadi bahan ejekan teman-teman.
“Dasar wong ndeso, ketemu orang Luar Negri aja
senangnya bukan main,” begitu teman-teman saya meledek. Tetapi saya tidak
peduli. Saya memang wong ndeso, kurang pengalaman. Makanya saya senang ketemu
orang-orang yang banyak pengalaman.
Kenapa saya terlalu ‘pede’ dan bersemangat mendekati orang Bule? Inilah kelemahan saya. Saya selalu ingin tahu tentang mereka.
“Kepo amat sih!” kata seorang teman.
Tapi saya punya
penilaian lain. Dalam pikiran saya, mereka yang datang dari negeri jauh menjadi tamu
Pemerintah Daerah itu, tentu orang-orang yang punya kelebihan, tidak sembarang orang.
Tentu ada hal penting yang bisa saya dapatkan. Minimal belajar tentang
nilai-nilai persaudaraan antara umat manusia, tanpa membedakan suku, ras dan
agama.
Dengan berbagai cara,
saya dekati dulu pendampingnya atau penerjemahnya. Dari situlah awal saya bisa
berkenalan dan ngobrol dengan tamu istimewa tersebut. Tulisan berikut adalah penggalan catatan saya tentang mereka.
Saya awali dengan sepenggal kisah dalam kehidupan Bule gagah bernama Dan
Thomas. Pria berusia 35 tahun itu bercerita bahwa ayahnya
berasal dari Prancis, sedangkan ibunya asli Australia.
"Mengapa mereka bisa
bertemu kemudian menjadi suami isteri?"
“Waktu itu Ibu saya pergi ke kota Paris, Prancis untuk keperluan tertentu. Suatu hari, entah karena apa, dia tersesat di tengah kota yang sangat asing baginya. Saat itulah dia bertemu dengan seorang pria Prancis yang menolongnya. Ibu dan pria tersebut lantas menjadi sahabat. Orang Prancis itu di kemudian hari ikut Ibunya ke Australia. Setelah beberapa waktu berada di Australia, mereka akhirnya menikah…. ” cerita Thomas mengenang kisah Ibunya.
“Kisah Ibu saya yang awalnya tersesat itu, ternyata menjadi jalan menemukan jodohnya….,” kata Thomas.
(Saya membatin, kisah
pertemuan orangtua Thomas itu seperti peribahasa ‘asam di gunung, garam di
laut, bertemu di kuali' ) .
"Gimana sih ceritanya Dan Thomas, bisa datang ke Kabupaten
Sragen, Jawa Tengah?"
“Saya datang ke Sragen untuk mendampingi peserta Pelatihan Monitoring dan Evaluasi Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) Program Perlindungan Sosial dan Pengentasan Kemiskinan,” kata Thomas.
“Kegiatan ini dilaksanakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bekerjasama dengan Departeman Luar Negeri dan Perdagangan Australia (Department of Foreign Affairs and Trade / DFAT),” jelasnya.
Thomas yang
beristrikan orang Australia ini telah dikarunia seorang anak lelaki berusia dua
tahun. Sebagai personil di kantor DFAT, ia sudah satu tahun mendapat
tugas di Indonesia untuk melakukan pendampingan program SLRT.
Thomas berada di Sragen selama dua hari bersama seorang temannya, Stehpen Kidd, didampingi Ketua Tim SLRT Pusat, Abdurrahman Syebubakar, beberapa personil dari Bappenas dan puluhan peserta.
Rombongan Thomas dan peserta pelatihan SLRT mengambil obyek penelitian di kantor Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) Kabupaten Sragen yang telah menjadi rujukan tingkat nasional. UPTPK Sragen bahkan memperoleh penghargaan dari PBB karena berhasil meraih juara dua di ajang kompetisi pelayanan terpadu tingkat Asia Pasifik.
Pertemuan dengan Dan
Thomas, menambah khazanah hidup saya bisa berinteraksi bersama warga dari
belahan benua lain. Tentu ini menjadi kenangan hidup yang tak terlupakan. Dalam catatan saya, kisah bertemu dan ngobrol
dengan orang luar negeri, sudah beberapa kali.
– bersambung -
#OneDayOnePost
Saya juga seneng kok pak, setiap bertemu dengan londo..hehehe
ReplyDeleteIya. Punya kesan tersendiri kok ..
DeleteWah keren ya pak..ketemu orang yg banyak pengalamannya
ReplyDeletekita bisa belajar tentang banyak hal...
Deletebersambung pak?,ditunggu sambungannya
ReplyDeleteOke siap mbak
DeleteWah... menyenangkan memang Pak memiliki banyak kenalan. Apalagi dari luar negeri. Banyak ilmu yang kita dapat.
ReplyDeleteTukar menukar informasi dan saling belajar
DeleteWah... menyenangkan memang Pak memiliki banyak kenalan. Apalagi dari luar negeri. Banyak ilmu yang kita dapat.
ReplyDeleteSaya pun begitu pak. Ngobrol dgn orang asing itu bikin semangat belajar ngomong bahasa internasional dan tentunya banyak lagi yang bisa kita gali dari berteman dgn mereka yang hidupnya dibelahan dunia yang jauh dari tempat kelahiran kita yah.
ReplyDeleteKadang saya merasa seperti mimpi aja Mbak. Bi$a ngobrol dengan mereka. Padahal saya gak bisa bhs Inggris lho. Kita manfaatkan jasa penerjemah.
Delete