foto google image |
Hari ini, Selasa,
10 Dzulhijjah 1437 H, bertepatan dengan tanggal 12 September 2016, umat Islam di
dunia merayakan ’Idul Ad-ha. Sejak tadi malam hingga tanggal 13 Dzulhijjah,
gemuruh suara takbir, tahlil dan tahmid dari jutaan umat muslim di dunia,
bergema memenuhi angkasa jagad raya. Mereka serentak mengumandangkan kalimah
suci, mengagungkan asma Allah – Penguasa Alam Semesta. Jutaan manusia, dari
berbagai etnik, suku dan bangsa di seluruh dunia, mengumandangkan takbir,
tahlil, dan tahmid sebagai refleksi rasa syukur dan sikap kehambaan mereka
kepada Allah SWT.
Ada dua hal penting yang dapat kita ambil hikmahnya
dalam peringatan Hari Raya ‘Idul Ad-ha tersebut :
Pertama, Pelaksanaan Ibadah Haji di
Makkah.
Ibadah Haji tahun ini, diikuti lebih dari dua juta
umat Islam. Di sana, di tanah suci, tergambar berbagai teladan dan pelajaran
mulia yang bisa kita dapatkan. Diantaranya
:
·
Pengakuan hamba Allah, makhluk yang bernama manusia,
di bawah kebesaran dan kekuasaan mutlak Allah SWT. Jutaan umat Islam yang
tengah menjalankan ibadah haji itu harus memiliki niat tulus ikhlas,
semata-mata memenuhi panggilan Ilahi Robbi. Melaksanakan perintah Allah Yang Maha Tunggal, hanya ingin mendapatkan ampunan
dan mencari ridla serta kasih sayang-Nya. Mereka bersimpuh, dengan hati luruh,
mengakui kedlaifan/kelemahan diri, dosa-dosa dan kesalahannya di hadapan Sang
Pencipta, Sang Pemilik Jagad dan Alam Raya.
·
Persatuan dan persaudaraan umat manusia. Disana
berkumpul jutaan manusia muslim dari seluruh penjuru dunia. Mereka berasal dari
berbagai negara dengan latar belakang yang berbeda. Berbeda budaya dan
benderanya, tidak sama warna kulit dan bentuk tubuhnya, beraneka suku dan
hobbinya.
Meskipun
mereka berbeda, tetapi mereka tetap bersatu, merasa bersaudara. Mereka
berpakaian sama, kain putih dua lembar tidak berjahit yang disebut ihram. Mereka menjalankan rukun dan
tata cara ibadah yang sama dengan niat dan tujuan yang sama, sama-sama menempuh
perjalanan spiritual mencari ridla Allah.
Semua
atribut, simbol, sebutan dan jabatan keduniaan dilepas. Semua sebutan, mulai
dari Presiden, Jenderal, kaum ningrat, orang terpelajar sampai kawula melarat,
orang kota maupun dari pelosok desa, ditanggalkan. Yang ada hanya sebutan hamba
Allah yang tunduk patuh kepada kehendak dan perintah Allah.
Mereka
menyadari, bahwa seluruh manusia dihadapan Allah sama, yang membedakan hanyalah
nilai ketaqwaannya.
Dalam
Al-Qur’an surat Al-Hujurat [49]:13, Allah menerangkan, “Wahai manusia! Sungguhn
Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan sorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sungguh, orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang
paling taqwa diantaramu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”.
Mereka beribadah dengan
kemurnian niat. Hati, ucapan maupun
tindakan harus lurus. Tidak berkata kotor, tidak melakukan kerusakan dan tidak
suka mengejek atau menghina orang lain.
Kalau hal-hal yang
dilaksanakan pada ibadah haji itu dipahami betul, dihayati, kemudian juga
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari setelah pulang ibadah Haji dan dikuti
oleh orang-orang disekitarnya, alangkah indahnya hidup ini.
# Kesombongan, tinggi hati,
kecongkakan, besar kepala dan sikap menyepelekan orang lain akan hilang. Kita ini hanya makhluk yang
sebenarnya sangat lemah, tidak ada apa-apanya dihadapan kebesaran dan kekuasaan
Allah.
# Kita lebih mementingkan
persatuan dan persaudaran umat manusia demi mewujudkan kedamaian dan ketenteraman
dunia. Kita tidak suka mencari-cari kesalahan
dan menjelek-jelekkan orang lain, kelompok lain, yang tidak sepaham,
tidak sama dengan kita.
Saat ini kita sering melihat
kejadian yang memprihatinkan. Hanya karena berbeda bendera dan lambang
organisasinya, beda visi dan misi dalam kegiatannya, kita mudah bersinggungan,
saling mengejek dan tidak mau saling membantu, bahkan bermusuhan, padahal
sama-sama orang Islam. Kita begitu mudah dipecah belah oleh hal-hal sepele dan
pengaruh isu yang menyesatkan.
Berbagai kejadian
menggambarkan adanya saling curiga dan permusuhan diantara umat Islam sendiri,
bahkan masing-masing telah mengelompok dan mengeras, serta berbangga dengan apa
yang menjadi simbul kelompoknya.
Kebanggaan yang berlebihan
sering menimbulkan tindakan di luar
nalar, serta melenceng dari norma maupun
etika, sehingga mudah melecehkan golongan atau kelompok lain yang dianggap
musuhnya. Na’udzubillah.
Kita perlu memiliki sikap
toleransi, mampu menerima perbedaan dengan lapang dada, sehingga tumbuh sikap
saling menghormati, dan saling menghargai.
Mari kita jaga persatuan,
kerukunan dan persaudaran (ukhuwah) islamiyah. Dihadapan kita masih terbentang
banyak tantangan dan tanggung jawab besar, semua memerlukan kerja keras,
kerjasama dan kekuatan melalui
persaudaraan.
Kedua, Pelaksanaan Ibadah Qurban.
Percontohan luhur tentang
Qurban dikisahkan dalam Al-Qur’an Surat Ash-shaffat [37]: 102-107, yakni
peristiwa dramatis yang dialami dua hamba Allah, Nabi Ibrahim dan putranya,
Ismail.
Dalam kisah itu ada teladan
tentang kesediaan memberi kurban yang amat besar, bukan sekedar kesenangan
lahir atau harta benda. Tetapi pengorbanan sesuatu yang amat dicintai,
pengorban jiwa untuk meraih nilai yang lebih tinggi.
Allah SWT telah memerintahkan
Ibrahim untuk menyembelih putra kesayangannya, ismail. Keteguhan hati dan sikap
rela berkurban dari Ibrahim dan Ismail untuk melaksanakan perintah dan mencari
keridlaan Allah, melahirkan kemuliaan bagi keduanya. Allah mengganti sembelihan
itu dengan hewan kurban.
Dikemudian hari, nabi Muhammad
SAW mengabadikan peristiwa penyembelihan hewan kurban itu sebagai salah satu amaliyah ibadah yang
sangat tinggi nilainya di Hari Raya Idul Adha. Waktunya dari tanggal 10-13
Dzulhijah. Perintah berkurban dan keutamaan menyembelih hewan kurban,
diterangkan didalam Al-Qur’an.
“Sesungguhnya Kami telah
memberimu banyak nikmat. Maka laksanakan shalat karena Aku dan berkurbanlah.
Sesungguhnya orang yang membencimu, maka dialah orang yang telah terputus dari
nikmat”( surat Al-Kautsar).
Dalam Hadits Riwayat Ashmad
dan Ibnu Majjah, dikisahkan, seorang Sahabat bertanya kepada Rasulullah Muhammad SAW, ”Apakah Udl-hiyah
(Qurban) itu?”
Rasulullah
menjawab, “Itu adalah sunnah ayahmu,
Ibrahim.”
”Apa yang kita peroleh dari
Udl-hiyah?” tanya sabahat.
”Pada setiap bulu ada kebaikan
(untukmu)” jawab Nabi.
”Termasuk bulu-bulu halusnya?”
tanya sabahat lagi.
”Ya, pada tiap helai dari
bulu-bulu halusnya juga ada kebaikan untukmu!” tegas Nabi.
Namun yang lebih penting
dalam ibadah kurban itu bukan pada besar
kecilnya hewan yang disembelih atau banyak sedikitnya bulu, tapi pada nilai
keikhlasan dan ketaqwaan yang melandasi ibadah Qurban.
Dalam Qur’an surat Al-Haj 37,
diterangkan, ”Daging-daging qurban itu serta darahnya tidak akan dapat mencapai
keridlaaan Allah, tetapi ketaqwaan dari kamu itulah yang dapat mencapainya”.
Ketaqwaan menjadi motivasi
yang menggerakkan hati untuk berkurban hanya mengharap ridla Allah. Untuk itu,
nilai ketaqwaan dan keikhlasan harus menjiwai segala aktivitas manusia.
Ibadah kurban juga menjadi
sarana mendekatkan diri kepada Allah
serta wujud rasa syukur atas segala ni’mat-Nya. Ibadah kurban sekaligus
merupakan pendidikan agar manusia dalam kehidupannya jangan sampai hanya
mementingkan diri sendiri dan kelompoknya saja.
Kita harus sadar bahwa semua
yang kita miliki ini pada hakekatnya hanya titipan atau amanat dari Allah.
Ibadah kurban juga mendidik manusia untuk tidak mudah putus asa dalam
memperjuangan cita-cita, dan kebahagiaan abadi. Hidup adalah perjuangan dan
setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan.
Ibadah Qurban memang dilakukan
setahun sekali, tapi pengaruhnya, yaitu nilai ketaqwaan dan keikhlasan serta
semangat berkurban harus tetap menjadi nafas segala kegiatan, sepanjang waktu,
selama hayat dikandung badan.
Dengan demikian, hakekat
Qurban bukan hanya pada saat ‘Idul Ad-ha saja, tetapi juga diwaktu-waktu yang
lain dengan ruang lingkup yang lebih luas.
Mulai dari menyantuni fakir
miskin, menglola TPQ, aktif dalam syiar (dakwah) Islam, mengeluarkan sebagian
rejeki untuk perjuangan umat, dan lain sebagainya. Semuanya itu membutuhkan
pengorbanan, baik harta benda, tenaga, pikiran, bahkan kalau perlu kurban jiwa.
Jika semua itu dilakukan
semata-mata karena keikhlasan dan ketaqwaan serta hanya mengharap ridla Allah,
yakinlah bahwa Allah akan menolong kita dan meneguhkan langkah kita untuk
meraih kemulyaan dan kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat.
*****
Idul
Adha hadir untuk mengingatkan kita akan ketinggian nilai ibadah haji dan ibadah
qurban yang sarat dengan pelajaran tentang ketataan dan ketundukan kepada
kekuasaan Allah. Tentang kesetiakawanan, ukhuwah, semangat pengorbanan dan
mendahulukan kepentingan dan kemaslahatan orang lain. Semua itu dilakukan
semata-mata untuk meraih kemuliaan dunia akhirat yang diridhai Allah SWT. Itulah
hakikat ikhlas.
Selamat Idul Adha 1437 H
Suparto
Selamat Idul Adha 1437 H
Suparto
wah makasih pak parto untuk ilmunya :)
ReplyDeletesama2 Mas. saya juga masih belajar
Delete