Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, bahagia itu artinya keadaan atau perasaan senang dan tenteram, bebas
dari segala yang menyusahkan.
Dari pengertian di atas,
terdapat tiga unsur yang menjadi sumber bahagia, yaitu : senang, tenteram dan
bebas dari segala yang menyusahkan. Ketiganya terkait dengan persoalan kejiwaan
atau psikis. Pertanyaannya, bagaimana mewujudkan ketiga unsur tersebut dalam
hati manusia sehingga bisa merasakan bahagia? Salah satu kuncinya adalah :
memaafkan!. Mari kita kaji bersama.
Kita sering membaca atau
melihat tayangan berita tentang peristiwa konflik, perkelahian dan tawuran,
baik antar individu, kelompok, bahkan Negara. Peristiwa tersebut berdampak pada
keretakan hubungan antar individu, kelompok dan Negara secara berkepanjangan.
Akibatnya, seseorang, keluarga, masyarakat dan bangsa diliputi rasa ketakutan,
kecemasan dan ketidaknyamanan, bahkan terjadi banyak korban jiwa. Kebahagiaan
pun akhirnya terenggut dari diri manusia.
Kalau kita teliti secara
seksama, munculnya konflik atau tawuran itu penyebabnya lebih banyak karena
dendam, masing-masing pihak tidak mau saling memaafkan. Masing-masing
bersikukuh pada sikap yang kaku dan kebencian yang membara, karena harga
dirinya pernah dilecehkan, disakiti dan diremehkan. Oleh karena harga dirinya
merasa direndahkan, dengan segala cara mereka ingin membalas untuk melampiaskan
rasa dendamnya.
Tetapi sayangnya, pihak
lain pun melakukan hal yang sama. Karena semuanya gelap mata maka terjadilah
konflik dan adu kekuatan. Bila konflik terjadi antar individu, maka kedua belah
pihak akan terus memendam kebencian menjadi bara api, yang setiap waktu bisa
memusnahkan kebahagiaan hidupnya.
Mengapa kita terlalu berat
untuk saling memaafkan didalam hubungan antara umat manusia ini? Faktor
utamanya karena selalu menuruti hawa nafsu. Mereka kurang memahami, betapa
mulianya sifat pemaaf itu.
Dalam kisah disebutkan,
suatu ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW tentang akhlak yang
mulia, maka beliau membacakan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf [7]:
199, “Jadilah engkau pemaaf dan
perintahkan orang mengerjakan yang baik, serta berpalinglah dari orang-orang
yang bodoh.”
Kemudian beliau bersabda,
“engkau harus menjalin hubungan dengan orang yang memusuhimu, memberi kepada
orang yang kikir kepadamu dan memaafkan orang yang menganiayamu.” (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).
Sabda Rasulullah itu
mengandung pesan bahwa ketika memaafkan, kita tidak memikirkan besar kecilnya
kesalahan, kita juga tidak mengingat-ingat lagi perbuatan orang yang telah
menyakiti kita. Terhadap orang yang
menyakiti hati atau menganiaya kita harus kita maafkan. Segala rasa benci dan
dendam harus kita lenyapkan.
Jika kita menyimpan dan
memendam kemarahan, dendam, dan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain, maka
sebenarnya kita sedang membawa beban kebusukan dihati kita. Akan ada perasaan
berat, tertekan, juga kegalauan menyelimuti hati kita. Dan ini adalah suatu
penyakit hati.
Dalam beberapa referensi
dijelaskan, kata maaf berasal dari bahasa Al-Qur’an al-‘afwu’, yang berarti ’menghapus’, karena
orang yang memaafkan itu menghapus bekas-bekas luka di hatinya. Bukanlah
memaafkan namanya, apabila masih tersisa bekas luka itu di dalam hati, bila
masih ada dendam yang membara. Menutup pintu maaf bagi orang lain justru
menggerogoti diri sendiri dari dalam. Sedangkan membuka pintu maaf itu, sama artinya menyembuhkan luka dalam hati.
Kesimpulannya, sikap suka
memaafkan itu bisa menyehatkan jasmani dan rohani kita serta merupakan akhlak
yang sangat mulia. Dan, tentu saja
membahagiakan! Firman Allah SWT : "...maka barang siapa yang memaafkan dan
berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat kepadanya), maka pahalanya atas tanggungan
Allah."(Q.S.Asy-Syura [42]: 40).
Suparto
#OneDayOnePost
Lapang dada..mengundang bahagia. Good
ReplyDeleteLapang dada..mengundang bahagia. Good
ReplyDeletebetul..
ReplyDeleteterima kasih..