Di antara ratusan buku yang berada di
rak terbuka rumahku, ada dua buah buku tebal
yang menjadi salah satu favoritku (selain Al-Qur’an tentunya). Buku yang
sudah dua tahun menghuni ruang tamu itu, kutaruh di tempat strategis agar
sewaktu-waktu bisa dengan mudah kuraih. Maklum, buku-buku itu hanya kupajang
begitu saja, tidak mengikuti aturan seperti di perpustakaan.
Kedua buku itu adalah, pertama,
berjudul “The SWORDLESS SAMURAI – Pemimpin Legendaris Jepang Abad XVI.” Buku kedua, judulnya “STRATEGI HIDEYOSHI –
Another Story Of The Swordless Samurai.”
Buku itu sudah kubaca beberapa kali,
sehingga sering tergeletak di atas meja atau di kamar tidur.
Apa keistimewaan buku tersebut sehingga
seolah-olah aku mengabaikan buku-buku karya orang Indonesia yang tidak kalah
hebatnya? Sebenarnya tidak terlalu istimewa. Bahkan banyak buku yang lahir dari
anak bangsa Indonesia lebih bagus. Namun, seperti halnya beberapa buku lain
yang sudah kubaca, aku merasakan dan
menemukan sesuatu yang luar biasa.
Ditulis dengan gaya bertutur yang
memukau (ini karena penerjemahnya juga hebat) tentang kisah sang tokoh,
Toyotomi Hideyoshi, mampu membawaku ke masa beberapa abad yang silam ketika ia
hidup. Aku seolah hadir di tengah
kerumunan orang yang mendengarkan petuah Hideyoshi dan menyaksikan lakon
itu. Ada banyak hikmah hidup bisa kita
dapatkan dalam buku ini.
Bagaimana kisah Sang Hideyoshi, bagi
yang belum pernah membaca, berikut ini cuplikannya.
The SWORDLESS SAMURAI
Jepang abad ke-16 merupakan zaman
pembantaian dan kegelapan. Zaman dimana satu-satunya hukum yang ada adalah
hukum pedang.
Dalam tatanan masyarakat hierarkis
yang kaku dan melarang keras penyatuan kelas sosial, Hideyoshi lahir sebagai
seorang anak petani miskin. Hideyoshi yang hanya setinggi 150 senti dan
berbobot lima puluh kilogram serta tidak memiliki kemampuan bela diri,
tampaknya mustahil untuk menjadi seorang Samurai. Tetapi dialah yang menjadi
pemenang tunggal dari perang berkepanjangan dan berhasil menyatukan negeri yang
sudah tercabik-cabik selama lebih dari 100 tahun. Dialah Hideyoshi, Sang Samurai Tanpa Pedang.
Hideyoshi lahir tahun 1536 dari
keluarga miskin di Nagoya. Dilihat dari asal-muasalnya yang sederhana, tak ada
yang menyangka ia akan menjadi orang terkemuka. Ia bertubuh pendek, tidak
atletis, tidak berpendidikan, dan berwajah jelek. Daun telinga yang besar, mata
yang dalam, tubuh yang kecil, dan wajah yang merah serta keriput (‘sekeriput
apel kering’), membuatnya tampak seperti kera, sehingga orang menjulukinya
‘Monyet’ seumur hidupnya.
Hideyoshi lahir pada puncak masa
kekacauan Jepang, Zaman Perang Antar-Klan, ketika kemampuan bertarung atau
dunia kependekaran menjadi satu-satunya cara bagi rakyat jelata yang ambisius
untuk melarikan diri dari kehidupan banting tulang sebagai petani. Perawakan
Hideyoshi yang kurus, pendek serta bungkuk tampaknya menutup peluang untuk
berkarir dibidang militer. Namun ia melesat ke puncak kekuasaan bak meteor,
sekaligus menyatukan negeri yang berantakan oleh perang saudara selama lebih
dari seratus tahun. Bagaimana bisa?
Berbekal kemauan sekeras baja, otak
setajam silet, semangat yang tak kunjung padam, dan wawasan mendalam tentang
manusia membuat Hideyoshi mampu “membuat orang yang meragukannya justru menjadi
pengikut setia, pesaing menjadi sahabat, dan lawan menjadi kawan.” Tanpa
kemampuan bela diri, sang “samurai tanpa pedang” ini menggunakan olok-olok pada
diri sendiri, kecerdasan, dan keahlian bernegosiasi yang menakjubkan untuk
mengungguli para pesaingnya yang berdarah biru dan akhirnya menjadi penguasa
seluruh Jepang. Hideyoshi telah menjadi pahlawan kaum jelata : suatu symbol
tentang kesempatan pembuktian diri dan menanjak dari miskin papa menjadi kaya
raya.
Pada tahun 1590 Hideyoshi telah
menjadi pemimpin tertinggi Negara. Ia dinobatkan sebagai wakil kaisar oleh
Kaisar Go Yozei dan menikmati kekuasaan bagaikan raja. Kaisar memberinya nama
keluarga (nama belakang) Toyotomi, yang berarti ‘menteri yang dermawan.’
Masa pemerintahan Hideyoshi juga
tidak luput dari lembaran hitam, tapi keberhasilanya yang spektakuler membuat
kegagalannya termaafkan dan legendanya terus bergaung, bahkan setelah
kematiannya pada tahun 1598. Petualangan-petualangannya ditulis dengan detail
dalam buku Taikoki, sebuah biografi resmi yang terbit pada tahun 1625.
Sampai hari ini, lebih dari 400 tahun
setelah kematiannya, semua anak sekolah di Jepang mengenal nama Hideyoshi,
sementara tak terhitung jumlah biografi, novel, drama, dan film – bahkan video game – menceritakan kembali kisahnya
atau menampilkan karakternya.
Bertaburan Petuah
Dalam buku The Swordless of Samurai
ini, bisa ditemukan banyak petuah yang sangat berharga, terutama tentang
kepemimpinan, sehingga mampu membakar semangat hidup para pembacanya. Berikut
beberapa diantaranya :
“Rasa
syukur mengobarkan semangat luar biasa dalam diriku untuk memperbaiki diri dan
membantu orang lain. Inti dari kepemimpinan terletak pada melayani, bukan
dilayani. Mereka yang memiliki aspirasi
untuk memotivasi pengikutnya harus bisa menghargai karena Pemimpin harus
bisa bersyukur.” (halaman 12)
“Mengamati langsung berbagai transaksi kehidupan, baik
yang bersifat komersial maupun sisial, mengasah kemampuan untuk menilai
karakter orang.”
(halaman 14)
“Aku menganggap setiap tugas baru, betapa pun remeh,
sebagai sebuah pijakan menuju jabatan yang lebih tinggi. Karena bentuk tubuhku tak menguntungkan, maka aku
memutuskan bahwa melakukan pekerjaan dengan ekstrakeras. Itulah satu-satunya
cara agar aku berbeda dengan yang lain. Lama kelamaan wawasanku tentang kondisi
kehidupan manusia menjadi lebih dalam, dan aku memupuk keahlian membaca sifat
segala jenis manusia, dan mengambil hati mereka.” (halaman 17)
“Keberuntungan memihak mereka yang berani. Pemimpin mesti
mengeskloitasi dalam Membuat Keputusan. Bertindaklah berani pada saat-sat
kritis.” (halaman
23)
“Pemimpin adalah seseorang yang memiliki visi jelas
tentang masa depan yang lebih baik, yang dapat menyatakan visinya dan
membangkitkan rasa percaya diri pada orang lain.” (halaman 33)
“Perhatikanlah dunia di sekitarmu. Bahwa mereka yang tidak
bersyukur adalah orang yang tidak bahagia. Perhatikan bahwa kerja keras adalah
faktor penentu kesuksesan dalam hidup. Perhatikan bahwa pengabdian – pada orang
tua, anak, atasan, bawahan – akan berbalik menguntungkan mereka yang mengabdi
hingga seratus kali lipat.” (halaman 26)
“Jika kau berusaha meraih pengikut, lakukanlah ini dalam
Menjalin Relasi dan Pelihara asetmu yang paling berharga -- jaringan personal.”
(halaman 67)
“Raihlah tujuan yang berat dengan melaksanakan komitmen.
Pertaruhkan semua untuk memenangkan semua.” (halaman 85)
“Hideyoshi
tidak jauh berbeda dengan yang lain kecuali caranya menghormati pujian dan
penghargaan. Ia bahkan memuji pencapaian remeh yang diraih bawahannya yang
terendah sekalipun dan menghargai pencapaian-pencapaian yang luar biasa dengan
imbalan yang jauh melampaui perkiraan. Itu membuat para pengikutnya
meningkatkan pencapaian mereka lagi,” (halaman 165)
Itulah sekelumit tentang Kisah
Hideyoshi dalam buku The Swordless of Samurai. Banyak tokoh Indonesia mengakui
kehebatan buku tersebut. Salah satunya adalah Arvan Pradiansyah. Managing
Director ILM yang juga penulis buku “You Are A Leader” dan Buku “The 7 Laws of
Happiness” ini menuliskan kesannya, “The
Swordless of Samurai menggambarkan dengan sangat menarik….. Perjalanan hidup
Hideyoshi membuktikan bahwa “mustahil” hanya ada dalam pikiran, karena
sesungguhnya tidak ada satu pun di dunia ini yang mustahil.”
.”
Inspiratip banget Pak,
ReplyDeleteKerennn
ceritanya disamping mengasyikkan juga penuh hikmah...
ReplyDeleteBagus nih sepertinya pak
ReplyDeleteBagus nih sepertinya pak
ReplyDeleteBagus banget..
Delete