إِنَّ
الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا . مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ
فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ .َأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ
فَقَالَ اللهُ تَعَالَ
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Hadirin, Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah,
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita persembahkan kepada Allah swt. Atas segala nikmat-Nya, kita masih diberikan kesehatan dan kesempatan untuk menjalankan segala tugas dan kewajiban, diantaranya shalat Jumat.
Shalawat
dan salam tercurah kepada Rasulullah saw. Semoga kita senantiasa termasuk
golongan yang mampu mengikuti sunnahnya dan mendapatkan syafaatnya di hari
kiamat. Aamiin
Mengawali
khutbah Jumat ini, kami mengingatkan pada diri sendiri dan kepada seluruh
jamaah, mari kita kuatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah dengan
senantiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Ketakwaan harus kita lakukan secara konsisten dan berkesinambungan sehingga bukan hanya berdampak pada kuantitas takwa namun juga kualitasnya.
Ketaqwaan melahirkan sikap Istiqomah istiqamah, konsisten dan Qanaah atau Ridla terhadap segala hal ketetapan dan pemberian Allah.
Hal ini merupakan unsur sangat penting dalam ibadah dan muamalah kita sehari-hari. Dengan istiqamah dan Qanaah, insya Allah kita akan senantiasa meraih keberkahan Allah swt dalam setiap aktivitas sampai di akhirat kelak.
Hadirin, Jamaah Jumat rahimakumullah
Allah berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ
حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97).
Ketika menafsirkan kata al-hayah ath-thayyibah (kehidupan yang baik) dalam ayat tersebut, Imam at-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan pendapat shahabat Ali bin Abi Thalib bahwa maknaya adalah sifat qana’ah. Dalam ayat tersebut terkandung dalil bahwa Allah akan memuliakan para hamba-Nya yang beriman dengan memberikan hati yang tenang, kehidupan yang tenteram serta jiwa yang ridha, yang semua itu menunjukkan keutamaan qana’ah. Tidak diliputi kegelisahan karena merasa kekurangan atas jatah rezeki yang ditetapkan, tidak pula dihinggapi berbagai penyakit hati yang meresahkan jiwa sehingga terkadang mendorong seseorang melakukan perbuatan yang buruk.
Qanaah adalah salah satu amalan hati yang patut dimiliki seorang
muslim. Qanaah berarti ridha terhadap segala bentuk pemberian Allah yang telah
ditetapkan. Ia mengetahui bahwa rezeki telah diatur dan ditetapkan oleh Allah,
sehingga hasil yang akan diperoleh dari usaha yang dicurahkan tidak akan
melebihi apa yang telah ditakdirkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Dia-lah yang
menetapkan siapa saja di antara hamba-Nya yang memiliki kelapangan rezeki, dan
siapa diantara mereka yang memiliki kondisi sebaliknya. Allah berfirman,
إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ
كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Rabb-mu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS al-Israa : 30).
Islam mendorong para pemeluknya untuk berakhlak dengan sifat yang
mulia ini, Rasulullah bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَعَهُ اللهُ
بِمَا آَتَاهُ
“Sungguh beruntung orang yang berislam, memperoleh kecukupan rezeki dan dianugerahi sifat qana’ah atas segala pemberian” (Hasan. HR. Tirmidzi).
Seorang dikatakan beruntung tatkala memperoleh apa yang diinginkan dan disukai serta selamat dari segala yang mendatangkan ketakutan dan kekhawatiran.
Rasulullah mengaitkan keberuntungan dengan tiga hal yaitu keislaman, kecukupan rezeki dan sifat qana’ah, karena dengan ketiganya seorang muslim akan mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.
Dengan berislam seorang akan memperoleh keberuntungan, karena Islam adalah satu-satunya agama yang diridlai Allah, sumber keberuntungan yang memberikan peluang untuk memperoleh pahala dan keselamatan dunia akhirat serta selamat dari siksa.
Demikian pula, dengan rezeki yang mencukupi akan menjaga diri dari meminta-minta, dan dengan adanya sifat qana’ah akan mendorong untuk bersikap ridla, tidak menuntut dan tidak merasa kurang atas rezeki yang diterima.
Boleh jadi seorang berislam, akan tetapi diuji dengan kefakiran
yang melupakan, atau diberi kecukupan rezeki namun tidak memiliki sifat
qana’ah, maka hal tersebut akan justru membuat hati tidak tenang dengan rezeki
yang ada, sehingga berujung pada kefakiran hati dan jiwa.
Maka, sifat qana’ah akan membawa keberuntungan sebagaimana yang dikatakan oleh al-Munawi, “Sungguh beruntung orang yang berislam, memperoleh kecukupan rezeki, yaitu rezeki yang dapat mencukupi kebutuhan dan mengantisipasi kondisi darurat. Dan dianugerahi sifat qana’ah, di mana jiwanya tidak berambisi untuk memperoleh melebihi kebutuhan. Maka siapa saja yang memiliki ketiga hal tersebut sungguh telah beruntung.”
Dengan sifat qana’ah hati seorang hamba akan dipenuhi dengan
keimanan, yakin kepada Allah serta ridla atas apa yang telah Dia tentukan, atas
apa yang telah Dia bagi. Meski dalam ukuran kacamata manusia dia adalah seorang
yang fakir, dia yakin bahwa Allah telah menjamin dan membagi rezeki pada hamba sehingga
tidak ada rasa khawatir pada dirinya.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Qanaah membantu manusia untuk mewujudkan rasa syukur, sebagaimana
sabda Rasulullah,
كٌنْ وَرَعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَاسِ، وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرُ النَاسِ
“Jadilah seorang yang wara’(hati-hati), niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur” (HR. Ibnu Majah).
Seorang yang qana’ah terhadap rezeki yang diterima niscaya akan bersyukur kepada Allah. Dia menganggap dirinya sebagai orang yang kaya. Sebaliknya, jika tidak berlaku qana’ah, yang ada adalah perasaan merasa kurang dan kurang, menganggap sedikit pemberian Allah, sehingga akan mengurangi keimanan atau bahkan mengundang murka Allah.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Qana’ah akan membentengi pemiliknya dari berbagai sifat yang tercela dan perbuatan dosa. Salah satu sifat tercela yang kontra dengan sifat qana’ah adalah hasad atau dengki.
Ahli hikmah mengatakan,
وَجَدْتُ أَطْوَلُ النَاسِ غمًّا الحَسٌودِ، وَأَهْنَأهُمْ عَيْشًا
القَنُوِعِ
“Saya menjumpai bahwa orang yang paling banyak berduka adalah
mereka yang ditimpa penyakit dengki. Dan yang paling tenang kehidupannya adalah
mereka yang dianugerahi sifat qana’ah” (Ihya ‘Uluum ad-Diin).
Tidak jarang dikarenakan kedengkian, seseorang melakukan berbagai
perbuatan dosa, baik itu menggunjing (ghibah), mengadu domba (namimah),
berdusta atau bahkan berbuat khianat dan tidak amanah dalam urusan harta,
seperti korupsi misalnya.
Semua perbuatan tercela tersebut dilakukan karena motivasi duniawi, menginginkan harta yang lebih, merasa kurang atas rezeki yang diperoleh.
Sebaliknya, dengan sifat qana’ah yang dia miliki seorang hamba
akan menempuh cara yang halal dalam mencari rezeki, bukan menerjang yang haram.
Jika seorang berlaku qana’ah pastilah dia akan terhindar dari berbagai bentuk dosa besar, hatinya tidak akan terasuki rasa dengki terhadap rezeki yang Allah tetapkan kepada orang lain, karena dia sendiri telah ridla terhadap apa yang dia miliki.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Kekayaan yang hakiki hanya dapat dimiliki oleh mereka yang qanaah.
Sebab kekayaan hakiki terletak di dalam hati dengan merasa cukup atas rezeki
yang telah diberikan, bukan terletak pada kuantitas atau jumlah harta.
Ibnu Baththal menjelaskan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana beliau bersabda bahwa kekayaan hakiki adalah kekayaan hati.
“Banyaknya harta bukanlah kekayaan yang hakiki. Banyak orang yang
memperoleh keluasan harta tidak mampu mengambil manfaat dari harta yang
diperoleh, mereka bersungguh-sungguh mencari harta yang berlimpah tanpa
mempedulikan dari mana harta itu berasal, seolah-olah dirinya adalah seorang
yang fakir karena saking semangat dalam mencari.
Sesungguhnya kekayaan hakiki adalah kekayaan hati, yaitu dengan merasa cukup, qana’ah, dan ridla terhadap apa yang diberi serta tidak tamak mencari dan terus-terusan meminta kelebihan harta.
Tolok ukur kaya dan miskin itu terletak di hati. Siapa yang kaya hati, tentu akan hidup dengan nyaman, penuh kebahagiaan dan dihiasi dengan keridlaan.
Sedangkan seorang yang miskin hati, meski memiliki segala apa yang ada di bumi, dirinya tidak akan merasa cukup.
Demikianlah, qana’ah pada hakikatnya adalah kaya hati, kenyang
dengan apa yang ada di tangan, tidak tamak, tidak pula cemburu dengan harta
orang lain, tidak juga meminta lebih terus menerus, karena jika terus terusan
meminta lebih, itu berarti masih miskin.
Semoga Allah memberikan kepada kita sifat qana’ah.
اللَّهُمَ قَنِّعْنِي بِمَا رَزَقْتَنِي، وَبَارِكْ لي فِيهِ،
وَاخْلُفْ عَلَيَّ كُلَّ غَائِبَةٍ لِي بِخَيْرٍ
“Ya Allah, jadikanlah aku orang yang qana’ah terhadap rezeki yang
Engkau beri, dan berkahilah, serta gantilah apa yang luput dariku dengan
sesuatu yang lebih baik.” (HR. Bukhari).
Demikian khutbah hari ini, semoga bermanfaat.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا َوَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ
الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى
الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ . أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ
وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا
اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Marilah
di akhir khutbah kedua ini kita berdoa memohon ampunan Allah, keberkahan dan
sifat qonaah untuk meraih kebaikan dunia akhirat.
إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلىَ
مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ. رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ .
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ
لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Sumber: Khutbah Jumat Ar-Risalah
https://www.ngopibareng.id/read/khutbah-jumat-sifat-qanaah-jalan-meraih-kebaikan-hidup
Comments
Post a Comment