Idul Fitri atau Hari Lebaran, di kalangan masyarakat
Jawa dikenal dengan istilah “Bakdo Kupat”.
Untuk mengungkap salah satu makna filosofi Kupat, saya ingat mantan Bupati
Sragen, Agus Fatchur Rahman, ketika dalam
suatu kesempatan pernah menguraikan falsafah Orang Jawa tentang Kupat atau
Ketupat.
Secara tegas Agus menyatakan,
"Dengan Kupat berbagai persoalan bisa
diselesaikan.”
Agus Fathur Rahman |
Lho kok bisa?
Berikut ini Agus menjlentrehkan makna itu.
“Orang Jawa itu bisa menyederhanakan seluruh persoalan rumit dengan cara
sederhana. Barang angel (rumit)
ketika dipegang orang Jawa jadi gampang,” kata Agus mengawali uraiannya.
Materi ajaran Islam tentang Lebaran dibulan Syawal, misalnya, yang oleh
sementara orang kadang dianggap rumit dan amat komplek, mampu disederhanakan
orang Jawa dengan satu istilah Bakdo
Kupat. Maksudnya, pada Hari Lebaran, hampir semua orang dengan
mudah dan senang menyatakan : Kupat
atau ngaku lepat (mengaku salah).
Bahkan untuk kesalahan yang tak pernah diperbuatnya.
Nah, di tengah kondisi keprihatinan negeri ini, makna KUPAT harusnya
semakin menyadarkan kita bahwa mengakui kesalahan merupakan bukti kerendahan hati di
hadapan manusia dan Tuhannya.
Menurut filosofi Orang Jawa ini, ketika didalam kesadaran dirinya secara intrinsik
ada rasa saling mengakui kesalahannya terhadap orang lain, mengaku dirinya
banyak salah kepada orang lain, maka hampir semua persoalan dapat diselesaikan.
“Jawa itu gampang. Sing angel dadi gampang. Yen awake dhewe gelem legowo
ngaku salah, rampung (Jawa itu mudah. Yang sulit jadi mudah. Kalau kita dengan
sadar, besar hati dan lapang dada mau mengaku salah, maka selesailah).” Agus menjelaskan.
Agus juga mengaku banyak dilhami oleh falsafah dan kebijakan Jawa yang
lain. Diantaranya ungkapan, “punopo kemawon sak uger tujuanipun sami,
benten pemanggih niku bade dados rahmatipun tiyang gesang”, artinya hal
apa saja sepanjang tujuannya sama, beda pendapat itu justru akan menjadi
kebaikan bagi kehidupan masyarakat.
Maknanya, asal pengabdian atau
dedikasi integritas kita itu untuk keberpihakan kepada rakyat, kepentingan
masyarakat banyak, jika terjadi sedikit gesekan, itu akan lebih gampang
dimaklumi, sehingga akan memudahkan kita untuk saling bersinergi.
Saling sinergi dapat dilakukan dengan silaturahmi. Kalau dilakukan dengan penuh
kesadaran akan melahirkan kebersamaan yang kreatif untuk kemanfaatan bagi
banyak orang.
Dengan silaturahmi pikiran dan hati kita masing-masing akan memudahkan negeri
ini bangkit dari proses keterpurukan. “Apapun
persepsi dunia di luar kita, jika semua elemen masyarakat itu kompak, saya amat
yakin seluruh persoalan akan dapat diselesaikan dengan baik,” tegas Agus.
Kalau semua elemen masyarakat,
mulai dari pemimpin sampai rakyatnya selalu mengedepankan
prinsip kebersamaan untuk mengatasi setiap masalah, Insya Allah negeri ini bisa
keluar dari berbagai problem yang ruwet.
Syaratnya sederhana, awali
semua langkah itu dengan rumus Kupat (ngaku lepat) : semua pihak introspeksi,
sadar diri, membuang rasa egonya, dengan lapang dada mengaku salah, kemudian
saling memaafkan!
Itulah Dahsyatnya KUPAT!
Suparto
#ngaKU-lePAT
Luar biasa filosofinya. Keren banget yaa.
ReplyDeleteMakasih udah berbagi ilmunya, Pak. 😄
Iya mbak Na. Untuk mengingatkan diri ini...
DeleteKulo tiyang jawi pak..
ReplyDeleteInggih Jeng Wiwid. Kula ngaturaken lepat nggih. Nyuwun pangapunten sedaya kalepatan kula...
DeleteKupat selalu dilengkapi dengan LEPET juga, nggih pak?
ReplyDeleteKalau Kupat bermakna "KUla LePAT", maka Lepet memiliki filosovi "DisiLEP raPET-rapet" (dikubur rapat-rapat ---- seolah sudah kita hapuskan semua kesalahan yang pernah ada)... hehehe
Sugeng Riyadi, Pak Parto. Ngaturaken sedaya kelepatan kula.
Nggih Mas Heru. Kula ingkang kathah Lepat, nyuwun pangapunten. Monggo sami dipun LePet..
DeleteKupat dicampur Kepet dadi nyuss...
Terima kasih tulisannya, Pak
ReplyDeleteSama2 mbak.Semoga bermanfaat...
Deleterumusnya sederhana ya.. yaitu kupat.. nice sharing mas Parto...
ReplyDeleteya, sederhana. dengan kupat bisa mengurai banyak masalah....
Delete