Hati dalam bahasa Arab disebut qalbu.
Qalbu memiliki dua makna. Pertama,
inti dan kemulian sesuatu. Manusia dikatakan memiliki qalbu karena di dalam
diri manusia ada sesuatu yang paling inti dan mulia. Kedua, sesuatu yang bolak-balik dari satu arah ke arah yang lain. Dinamakan
qalbu karena ia sering bolak-balik (taqallub) - https://www.islampos.com/apa-itu-hati-1-213668/
Mengapa didalam hati bisa terjadi kondisi yang bolak-balik? Hal ini karena hati manusia adalah tempat terjadinya resonansi. Apakah resonansi itu? Agus Mustofa, insinyur lulusan Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, seorang penulis buku-buku Serial Diskusi Tasawuf Modern, yang sudah menghasilkan karya sekitar 50 judul buku, menguraikan tentang resonansi hati berdasarkan kajian ilmu fisika modern dikaitkan dengan petunjuk Allah didalam Al-Qur’an.
Dalam bukunya berjudul Pusaran Energi Ka’bah (2003), Agus menjelaskan bahwa resonansi adalah penularan getaran kepada benda lain. Artinya, jika kita menggetarkan satu benda, lantas ada benda lain yang ikut bergetar, maka dikatakan benda lain tersebut terkena resonansi alias tertular getaran frekuensi.
Ambillah contoh gitar akustik. Ia memiliki tabung resonansi yang lubangnya menghadap ke arah deretan senarnya. Jika senar tersebut digetarkan dengan cara dipetik, maka udara di dalam ruang resonansinya akan ikut bergetar. Inilah yang menyebabkan suara gitar itu terdengar keras dan merdu.
Apa yang terjadi jika lubang gitar tersebut disumpal dengan kain? Bisa dipastikan tidak akan terjadi resonansi di dalam gitar itu. Maka, suara gitar pun menjadi terdengar sangat pelan dan tidak merdu.
Agus Mustofa menyebut hati atau
jantung manusia bagaikan sebuah tabung resonansi gitar. Setiap kita berbuat
sesuatu, baik itu pada taraf berpikir maupun berbuat, selalu terjadi getaran di
hati kita. Getaran tersebut bisa kasar, bisa juga lembut. Bergantung darimana
getaran itu muncul. Ketika kita gembira, hati kita bergetar. Ketika sedang
bersedih, hati kita juga bergetar. Ketika marah, hati kita pun bergetar.
Secara umum, getaran tersebut berasal dari dua sumber. Hawa Nafsu dan Getaran Ilahiah. Hawa Nafsu adalah keinginan untuk melampiaskan segala kebutuhan diri. Getarannya cenderung kasar dan bergejolak-gejolak tidak beraturan. Dalam tinjauan ilmu Fisika, getaran semacam ini disebut memiliki frekuensi rendah, dengan amplitudo yang besar. Yang termasuk dalam getaran Hawa Nafsu ini diantaranya adalah kemarahan, kebencian, dendam, iri, dengki, berbohong, menipu, kesombongan dan lain sebagainya.
Sedangkan Getaran Ilahiah adalah dorongan untuk mencapai tingkatan kualitas yang lebih tinggi. Getarannya cenderung lembut dan halus, dengan frekuensi getaran yang sangat tinggi dan teratur. Termasuk dalam getaran Ilahiah ini adalah membaca Firman Allah di dalam Al-Qur’an. Berdzikir menyebut Asmaul Husna, sifat Sabar, ikhlas, dan keprasahan diri dalam beragama.
Sebagai contoh, adalah seseorang yang sedang marah. Ketika marah, seseorang akan mengeluarkan getaran kasar hawa nafsu dari hatinya. Jantung hatinya akan bergejolak dan berdetak-detak tidak beraturan. Mukanya merah, telinganya panas, dan tangannya gemetaran. Frekuensinya rendah dan kasar, dengan amplitudo yang besar. Jika dilihat pada alat pengukur getaran jantung (ECG – Electric Cardio Graph), maka terlihat betapa grafik yang dihasilkan sangatlah besar dan bergejolak.
Getaran yang demikian memiliki efek negatif terhadap tubuh kita. Sebuah benda yang dikenai getaran kasar terus menerus akan mengalami kekakuan dan kemudian mengeras. Demikian pula jantung kita. Orang yang pemarah akan memiliki resiko sakit jantung dan mengerasnya pembuluh-pembuluh darah aortanya. Dan secara psikologis dikatakan hatinya semakin mengeras dan tidak mudah bergetar oleh kebajikan.
Bukti lain bahwa hati semakin keras jika dipengaruhi hawa nafsu terus adalah orang yang suka berbohong dan menipu. Pada awalnya, orang yang berbohong selalu bergetar hatinya. Akan tetapi, kalau ia sering berbohong, maka hatinya tidak bergetar lagi saat ia membohongi orang lain. Ini menunjukkan betapa hatinya semakin keras dan sulit bergetar.
Karena itu, apa yang dikatakan Allah di dalam Al-Qur’an tentang lima tingkatan hati, sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiah, bahwa hati memang akan menuju kualitas yang semakin jelek jika digunakan untuk kejahatan terus menerus.
Seperti diungkapkan Allah di dalam
Al-Qur’an, bahwa hati itu ada 5 tingkatan. Pertama,
hati yang berpenyakit. Yaitu orang
yang hatinya ada rasa iri, benci, dendam, pembohong, munafik, kasar, pemarah,
dan sebagainya. (QS. Al-Baqarah [2]:10
dan Al-Hajj [22]:53).
Tingkatan
kedua, hati
yang mengeras. Hati yang berpenyakit,
jika tidak diobati akan menjadi mengeras. Mereka yang terbiasa melakukan
kejahatan, hatinya tidak lagi peka terhadap kejelekan perbuatannya, karena
merasa apa yang dilakukannya benar adanya. “…. Bahwa hati mereka telah menjadi
keras dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang mereka kerjakan”
(QS. Al-An’am [6]:43).
Tingkatan ketiga, adalah hati yang membatu. Hati yang keras kalau tidak
segera menyadari akan meningkat kualitas keburukannya. Al-Qur’an
menyebutnya sebgai hati yang membatu alias semakin mengeras dari sebelumnya. “Kemudian
setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu bahkan sebih keras lagi….” (QS.
Al-Baqarah [2]: 74).
Tingkatan
keempat, hati
yang tertutup. Jika sudah tertutup,
maka hati kita tidak bisa lagi menerima getaran petunjuk dari luar. “Sekali-kali
tidak, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itulah yang menutup hati
mereka” (QS.Al-Muthaffifiin[83]:14).
Dan yang
kelima, hati
yang terkunci mati. Jika hati sudah
tertutup, maka tingkatan berikutnya adalah hati yang terkunci mati. Sama saja
bagi mereka diberi petunjuk atau tidak.”Sesungguhnya
orang-orang kafir itu, sama saja bagi mereka kamu beri peringatan atau tidak
kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati
hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup, dan bagi
mereka siksa yang amat berat" (QS.Al-Baqarah [2]:6-7).
Jika hati kita berpenyakit, dan
kemudian sering mengeluarkan getaran-getaran yang kasar, maka getaran itu akan
menyebabkan hati kita mengeras. Kekerasan hati kita itu akan terus meningkat
hingga dikatakan Allah seperti batu atau lebih keras lagi. Hati yang keras
adalah hati yang sulit bergetar. Semakin lama semakin tidak bisa bergetar.
Jika ini diteruskan maka hati kita
tidak mampu lagi beresonansi. Hati yang demikian adalah hati yang tidak peka
terhadap lingkungannya. Maka, pada tingkatan ini hati kita seperti tertutup karena
tidak mampu lagi beresonansi alias bergetar. Bagaikan lubang gitar yang
tersumpal oleh kain atau benda-benda lain. Tidak bisa menghasilkan getaran dan
suara yang merdu. Dan akhirnya, kata Allah, hati yang seperti itu dikunci mati.
Na’udzubillahi min dzalik.
Sebaliknya,
hati yang baik adalah hati yang lembut. Hati yang gampang bergetar, sebagaimana difirmankan oleh
Allah dalam Qur'an Surat Al-Hajj [22]: 35, “Yaitu orang-orang yang jika disebut nama
Allah hatinya bergetar…” Bagaikan buluh
perindu yang menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Hati orang-orang yang demikian
itu lembut adanya.
Kenapa
bisa demikian? Karena hati yang lembut bagaikan sebuah tabung resonansi yang
bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin lama semakin tinggi.
Semakin lembut hati sesorang, semakin tinggi pula frekuensinya. Ada frekuensi
10 pangkat 8 akan menghasilkan gelombang radio. Dan jika lebih tinggi lagi,
pada frekuensi 10 pangkat 14, akan menghasilkan gelombang cahaya.
Jadi, seseorang yang hatinya lembut
akan bisa menghasilkan cahaya di dalam hatinya. Dan jika cahaya itu semakin
menguat, maka ia akan merembes keluar mengeluarkan seluruh bio-elektron di
dalam tubuhnya untuk mengikuti frekuensi cahaya tersebut. Hasilnya, tubuhnya
akan mengeluarkan cahaya alias aura jernih. Dan jika kelembutan itu semakin
menguat, maka aura itu akan merembes semakin jauh mempengaruhi lingkungan
sekitarnya.
Karena itu, kalau kita berdekatan
dengan orang-orang yang ikhlas dan penuh kesabaran, hati kita juga merasa
tentram dan damai. Sebab hati kita teresonansi oleh getaran frekuensi tinggi
yang bersumber dari hati dan aura tubuhnya. Sebaliknya, kalau kita berdekatan
dengan seseorang yang pemarah, maka hati kita akan ikut merasa ‘panas’ dan gelisah. Semua itu akibat
adanya resonansi gelombang elektromagnetik yang memancar dari tubuh seseorang
kepada sekitarnya.
Semoga bermanfaat.
Membaca tulisan ini seolah mendapat siraman qalbu, semoga hatiku belum kaku dan mengeras.
ReplyDeleteMembaca tulisan ini seolah mendapat siraman qalbu, semoga hatiku belum kaku dan mengeras.
ReplyDeleteAamiin
ReplyDeleteSangat bermanfaat sekali. Bagus ini.
ReplyDeletedengan hati yang bagus, semoga kita bisa menghasilkan karya yang bermanfaat
DeleteMak nyess rasanya baca tulisan ini pak
ReplyDeleteAlhamdulillah. Semoga bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hati kita ya Mbak..
ReplyDelete