Oleh
: Suparto
Jarum jam menunjuk angka sebelas malam. Aku keluar rumah menuju
pertigaan jalan yang biasa dipakai warga untuk ngepos saat
bertugas ronda. Tetapi kali ini masih sepi. Belum satu pun orang yang muncul. Bintang di
langit tertutup awan gelap. Sisa-sisa air hujan yang baru saja berhenti masih
menetes dari beberapa ranting pohon, berpadu dengan kerlip lampu jalan
menimbulkan titik-titik cahaya. Sementara desiran angin yang menggoyang
dedauan, ditingkah suara jangkrik dan belalang serta kelelawar terbang
berkelebatan, membuat suasana malam kian menusuk hati.
***
Aku sendirian, berdiri mematung di pertigaan jalan, menunggu
teman-teman datang. Sembari tengok kanan tengok kiri, mataku menyapu ke seluruh
penjuru. Diantara keremangan kerlip lampu jalan, tiba-tiba kulihat seorang
perempuan muncul dari gang sebelah. Dengan langkah gontai ia berjalan ke
arahku. Aku seperti belum pernah mengenalnya. Umurnya sekitar duapuluhan tahun.
Wajahnya nampak halus berkilau. Sorot matanya tajam. Seikat kunci tergantung
di lehernya. Rambutnya panjang tergerai menutup kedua bahunya. Kakinya nampak
kotor oleh lumpur jalan
yang dilalui kendaraan proyek yang becek jika terguyur hujan.
Ketika ia makin dekat, detak jantungku berdegup kencang. Aku ragu,
antara percaya tahayul bahwa itu makhluk halus atau memang orang biasa yang
tengah dalam perjalanan.
“Mas, aku rindu padamu,” kata perempuan itu,
sembari tersenyum. Aku terkesiap. Seulas senyum dari bibirnya yang tanpa gincu,
membentuk ‘lesung pipi’ - lekukan dipipinya. Muncul rasa penasaran,
jangan-jangan itu makhlus halus, sejenis ‘kuntil anak’. Atau jika manusia
biasa, nanti dikira aku mengganggu orang lain. Dengan hati yang deg-degan,
kuberanikan bertanya.
“Kamu siapa?”
“Aku Santini mas…”
“Rumahmu...?”
“Masak lupa. Aku temanmu mas. Aku rindu…”
“Wah. Orang ini ngga beres,” pikirku.
Ketika aku hendak pulang ke rumah untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan, beberapa tetangga keburu terbangun dan keluar langsung
mendekatiku. Nampaknya mereka mendengar obrolan kami berdua.
“Ada apa Pak Dhe, kok malam-malam ribut sama orang di sini?” tanya
Kang Sadi.
“Iya. Tumben malam-malam begini berdua sama perempuan di
tempat sepi. BiasanyaJenengan kan jarang ronda..” timpal Katimin
sinis.
“Itu apa. Malam-malam ada perempuan aneh masuk ke kampung kita,”
jawabku.
“Oh itu. Kayaknya saya pernah lihat orang itu…” katanya menerangkan.
“Hei. Pulang sana, nanti dicari keluargamu….”
“Ngga mau. Aku mau tidur di sini. Aku sudah kangen, rindu.”
Warga kampung akhirnya banyak yang keluar rumah dan berkerumun di
pertigaan jalan tempat kami ribut-ribut soal perempuan asing itu.
Ketika warga tengah mencari jalan keluar untuk mengatasi
keberadaan perempuan tersebut, dari arah kampung sebelah muncul sebuah mobil
kijang Avanza dan berhenti di tempat kami berkerumun. Beberapa orang, laki-laki
dan perempuan, turun dari mobil.
“Maaf Bapak-Bapak dan Ibu-ibu. Anak kami bikin repot warga kampung
sini,” kata seorang lelaki dengan sopan.
“O.. ternyata…” bisik beberapa warga.
“Ayo Nduk, pulang….” rayu seorang Ibu.
“Ngga mau. Santini sudah rindu sama dia…”
“Ini Ibu kangen sama kamu Nduk Cah Ayu…”
Dengan bantuan warga, Santini akhirnya di bawa pulang oleh keluarganya.
***
Puluhan warga pun bubar. Kembali ke rumah masing-masing, sambil
bergumam atau bercelotehan mengomentari peristiwa yang baru saja dilihatnya.
Sementara sebagian lainnya merasa jengkel karena terganggu tidurnya.
Lewat tengah malam.
Desir angin kembali menggoyang dedauan. Hanya sekejap. Setelah itu, kesunyian
menjadi sehelai tirai yang menutup tubuh alam…
menarik, pak! adakalanya kita memang butuh kesunyian kita, untuk terjaga dari ketergoncangan jiwa. #selamatmalam
ReplyDeleteMakasih mas. Tergoda oleh kesunyian malam
Deletekirain cerita horor lo pak, tieas siap siap ak, hehehe
ReplyDeletekirain cerita horor lo pak, tieas siap siap ak, hehehe
ReplyDeletetadi aku mau bikin cerita horor lho mbak. tapi baru tengah-tengahnya, atiku malah sir-siran sendiri. bulu kudukku berdiri. langsung kurubah aja jadi begini...
DeleteTepuk tangan ahh..ššš tulisannya bagus pak. Saya suka.
ReplyDeleteTepuk tangan ahh..ššš tulisannya bagus pak. Saya suka.
ReplyDeletemakasih mbak. ikut tergoda...
DeletePuisi..artikel dan cerpen..selalu keren
ReplyDeletecampur-campur lah...
DeleteSama dengan nnak lisa. Kirain cerita horor. Pertama kali baca cerpen pak Suparto. Suka. Mengalir.
ReplyDeleteIni cerita ngalor ngidul Mbak ...'
DeleteSalam buat Santini nggeh pak ... saya juga rindu
ReplyDeletehehe
Oke mas. Semalam orangnya menemui saya.
DeleteTapi dalam mimpi..
Kupikir akan horor mas...tapi salut kereen
ReplyDeleteNah. Ikut tergoda kan? Makasih ya...
DeleteKeren pak.. Saya salah satu yg suka sama tulisan bapak.. Jempol dah..
ReplyDeleteTerima kasih Bang. Saya jadi tambah semangat
DeleteKerennn en jempol 10 buat bapakkk..:)
ReplyDeleteKebanyakan jempol mbak.
DeleteTerima kasih. Nanti pinjam jempol nya ya... hehehe..
Untung bukan horror, fiuhhh... Bapak teh mantap pisan klo buat cerita.
ReplyDeleteProses kreatifnya bikin merinding lho. Nuhun Mbak..
DeleteAku bayangkan kuntilanak eh orang gila hehe
ReplyDeleteHahaha.. kena goda nih ...
Delete